Cerita asal usul Danau Maninjau juga dikenal dengan Legenda Bujang Sembilan. Danau Maninjau adalah sebuah danau vulkanik yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Luas danau ini sekitar 99,5 km2 dengan kedalaman mencapai 495 meter dan merupakan danau ke 11 terluas di Indonesia.
Danau Maninjau awalnya merupakan gunung merapi yang puncaknya terdapat kawah. Karena ulah manusia , gunung itu meletus dan membentuk sebuah danau yang luas.
Legenda ini dikenal dengan kisah “ Bujang Sembilan “ yang menceritakan 10 saudara kakak beradik yang terdiri dari 9 orang bujang dan seorang gadis. Bujang Sembilan adalah sebutan untuk sembilan bersaudara lelaki yang tinggal di sebuah kampung kaki gunung Tinjau. Bujang Sembilan terdiri dari Kukuban, Kudun, Bayua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, Kaciak dan seorang adik perempuan yang bernama Siti Rasani. Orang tua mereka sudah lama meninggal, sehingga keputusan di rumah itu di pegang oleh si sulung yang bernama Kukuban. Mereka juga bersaudara dengan pemimpin di kampung tersebut, yaitu Datuk Limbatang. Bujang Sembilan dan Siti Rasani adalah anak yang giat sehingga Datuk Limbatang, paman mereka kerap mengajari keterampilan untuk bertani dan mempelajari tentang adat setempat. Hal itu tak lepas dari janji Datuk Limbatang kepada kakak perempuannya yang juga ibu dari 10 bersaudara tersebut.
Setiap datang ke tempat Bujang Sembilan, istri serta putra datuk Limbatang yang bernama giran pun turut serta. Para lelaki bekerja di ladang, sementara yang perempuan memasak dan berbenah di rumah. Seiring berjalannya waktu, kemampuan Bujang Sembilan menggarap sawah semakin baik dan membawa hasil yang melimpah. Sementara Siti Rasani juga tumbuh menjadi remaja putri yang cantik dan baik budi. Tanpa di duga, karena kerap bertemu tumbuhlah rasa cinta antara Siti Rasani dan Giran. Setelah memberanikan diri berbicara di depan keluarga, hubungan mereka disetujui oleh kedua keluarga. Hubungan mereka berlangsung baik hingga pada perayaan panen raya, Kukuban dan gibran berhadapan dalam sebuah pertunjukan adu ketangkasan dalam bersilat. Giranyang menangkis serangan membuat kaki Kukuban patah, sehingga si sulung merasa dipermalukan.
Sejak saat itu Kukuban menyimpan dendam, sehingga pada suatu hari Datuk Limbatang datang untuk menyampaikan niat Giran meminang Siti Rasani. Kukuban menolak dengan tegas dengan maksud masih merasa dendam pada Giran. Hal itu membuat Siti Rasani dan Giransedih, dan memutuskan untuk berdiskusi di pinggir sungai untuk mencari jalan keluar agar mereka bisa menikah. sayangnya setelah berdiskusi panjang mereka tidak bisa menemukan jalan keluar dan pada akhirnya Siti Rasani memutuskan untuk pulang. Baru akan beranjak sebuah tanaman berduri merobek sarung yang ia kenakan, pahanya pun terluka. Sontak Girab segera mencari tanaman obat untuk mengobati kaki Siti Rasani.
Tiba tiba Bujang sembilan datang bersama warga dan dengan penuh amarah menuduh mereka melakukan hal yang tidak pantas. Sidang adat pun dilakukan untuk menentukan nasib Giran dan Siti, namun Bujang Sembilan terus memojokan keduanya. Pembelaan Siti Rasani maupun Giran tidak di dengar dan hukuman pun akhirnya jatuh dengan alasan supaya kampung mereka terhindar dari malapetaka. Keduanya di bawa ke kawah Gunung Tinjau, hukumannya yang telah diputuskan adalah Siti dan Giran harus di buang ke dalam kawah. Sebelum dibuang, Giran berdoa meminta keadilan kepada Tuhan, agar jika tidak melakukan kesalahan, ia meminta aga Gunung Tinjau Meletus dan Bujang Sembilan mendapat kutukan.
Benar saja, setelah keduanya di buang ke dalam kawah, gunung itu pun meletus dan mengeluarkan lahar yang membinasakan semua orang tanpa ada yang selamat. Bekas letusan itu menjadi sebuah cekungan yang terisi air dan menjadi sebuah danau yang indah. Sementara Bujang Sembilan mendapat kutukan, mereka pun berubah menjadi ikan dan hidup di dana yang kini dikenal sebagai Danau Maninjau.