Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad 1446 Hijriah

Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad 1446 Hijriah

Tradisi Dikie Maulid

Kebudayaan Masyarakat Pariaman saat Maulid Al Nabi

Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammmad 1446 Hijriah. Maulid Nabi Muhammad adalah peristiwa bersejarah yang selalu diperingati oleh Umat Islam di seluruh dunia. Pada tanggal 12 Rabiul Awal, lahirlah seorang manusia mulia yang kelak menjadi pembawa syariat, pencerah, dan penuntun umat menuju jalan yang lurus. Maulid Nabi bukan hanya sekadar hari peringatan, tetapi juga waktu yang tepat untuk merenungkan nilai-nilai kehidupan Rasulullah SAW. Beliau adalah teladan sempurna dalam hal kesabaran, kasih sayang, kejujuran, dan keteguhan iman.

Sebagai Nabi yang dicintai umatnya yang diyakini umat Islam telah menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat, sewajarnyalah peringatan kelahirannya diperingati sebagai bentuk rasa cinta terhadap Nabi yang mulia. Termasuk daerah Pariaman yang selalu melaksanakan tradisi Dikie Maulid yang selalu dilakukan saat memperingati hari kelahiran Rasulullah. Tradisi ini dilakukan dengan berbagai aktivitas seperti: malamang, dan bajamba. Tradisi Malamang tidak akan dilakukan jika tidak di hari Maulid Nabi. tradisi malamang ini bisa membuat lamang dari 100 – 200 batang yang bisa menghabiskan 70 – 90 kg beras ketan. Kegitan malamang dimulai pada jam 11 malam dengan kegiatan mengisi talang, kemudian lamang dibakar dengan menggunakan kayu.

Selain tradisi malamang juga ada tradisi bajamba. Tradisi Bajamba adalah tradisi makan hidangan yang diletakkan pada dulang (piring besar) yang diletakkan lauk pauk seperti  ayam singgang, ayam goreng, pangek ikan tongkol yang besar, gulai asam padeh gadang, telur bulat goreng, perkedel, terung goreng, goreng kacang panjang, dan patai balado.Makan bajamba tidak bisa dihabiskan oleh satu orang, oleh karena itu tradisi bajamba dilakukan secara beramai ramai, menambah kuat tali silaturrahmi dan rasa kebersamaan. 

 

Tari Indang Tagak Solok Selatan

Tari Indang Tagak Solok Selatan

Tari Indang Tagak

Tarian Unik Khas Solok Selatan

Tari Indang biasanya dilakukan dengan gerakan duduk secara berkelompok serta diiringi dengan lagu indang. Tapi berbeda dengan tari indang biasanya. Tari Indang ini unik, dilakukan dengan gerakan berdiri, cepat dan lincah. Serta diiringi dengan lagu shalawat. Tarian ini dikenal dengan Tari Indang Tagak. Salah satu tarian khas dari Solok Selatan.

Tari Indang Tagak memiliki gerakan lincah, cepat dengan penuh energi. Tarian diiringi dengan lagu shalawat dengan memainkan alat musik seperti rabab, saluang dan gandang. Ritme dan tempo musik yang cepat dan energetik menambah kesan semangat dalam tari.

Selain gerakannya yang memukau, Tari Indang Tagak juga memiliki keunikan dalam pakaian dan properti tariannya. Dimana Penari memakai baju dengan warna cerah sambil membawa alat musik yang seperti gendang kecil bernama Rebana.  

Selain itu Tari Indang Tagak memiliki makna filosofis dan budaya yang dalam. Dimana Tari Indang Tagak merupakan sebuah media untuk menyebarkan dakwah Islam. Syair dan lirik yang digunakan menggambarkan nilai-nilai keagamaan, dan kebaikan. Ini sangat sesuai dengan adat Minangkabau yaitu “ Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah” yang berarti semua adat Minangkabau beserta kebudayaannya berpedoman kepada agama Islam dan Alquran.

Pangek Pisang Solok Selatan

Pangek Pisang Solok Selatan

Pangek Pisang

Kenikmatan Manis Gurih Khas Solok Selatan

Pangek Pisang merupakan kuliner khas dari Solok Selatan. Pangek Pisang dibuat dari bahan Pisang Batu atau Pisang Kepok. Manisnya pisang dan gurihnya santan kemudian bercampur menjadi satu menambah kenikmatan kuliner tradisional ini. Cara membuatnya pun cukup mudah, dengan menyiapkan bahan-bahan seperti Pisang Batu, Santan Kelapa, Kunyit, Vanili, Garam, Gula, dan Pandan wangi. Setelah itu masak semua bahan seperti gulai lainnya, kemudian tunggu sampai mendidih, Pangek Pisang siap untuk disantap.

Pangek Pisang dapat dijumpai pada kegiatan adat atau hari-hari tertentu. Seperti acara batagak penghulu, atau baralek (pesta pernikahan adat). Sekarang tidak perlu menunggu acara lagi, sudah ada masyarakat yang menjual makanan tradisional ini. Dengan harga Rp 10.000 saja, anda sudah dapat menikmati kelezatan Pengek Pisang ini. Pangek Pisang sangat cocok dinikmati dengan ketan. 

Tradisi Batombe

Tradisi Batombe

Tradisi Batombe

Pantun Berbalas Penuh Makna dari Solok Selatan

Tradisi Batombe adalah Tradisi Seni Berbalas Pantun yang berasal dari Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan. Tradisi Batombe erat kaitannya dengan Rumah Gadang 21 Ruang yang memiliki keunikan Rumah Gadangnya yang Panjang. Tradisi Batombe cenderung menunjukkan pantun yang mendayu-dayu sehingga sering kali membuat penonton hanyut dalam suasana dan perasaan. 

Asal Muasal Tradisi Batombe dilatarbelakangi oleh pembangunan Rumah Gadang 21 Ruang di Nagari Abai. Dikisahkan bahwa dahulu sekitaran Nagari Abai masih hutan belantara yang merupakan habitat dari hewan-hewan liar yang membahayakan masyarakat. Rumah mereka pun tidak layak untuk melindungi mereka dari serangan hewan buas. Kemudian diadakanlah musyawarah untuk membangun Rumah Adat Masyarakat Nagari Abai yang kemudian dikenal dengan Rumah Gadang 21 Ruang. Masyarakat Bergotong royong dalam pembangunan Rumah Gadang tersebut. Langkah pertama yang dilakukan yaitu mencari kayu di hutan yang dilakukan oleh kaum laki-laki sedangkan kaum perempuan menyiapkan makanan. Setelah sekian lama bekerja akhirnya penat pun mulai datang menghampiri mereka. Hingga Kemudian diadakanlah kegiatan berbalas balasan pantun yang memberikan semangat bekerja. Kegiatan tersebut juga diiringi oleh musik yang bersemangat sehingga membuat masyarakat terbawa suasana dan menari. Tradisi inilah yang sekarang disebut dengan Tradisi Batombe.

Tradisi Batombe dimainkan oleh laki-laki dan perempuan. Mereka membentuk Formasi berbentuk Lingkaran dengan seorang pendendang berada di tengah. Pemain Batombe memakai pakaian khusus yaitu Baju Guntiang Cino Sulam Ameh. Baju ini sekilas mirip dengan baju silat tetapi pada kerahnya diisi dengan sulaman benang berwarna emas. Celana Pemain Batombe memiliki bentuk komprang. Saat sedang pertunjukan penari laki laki memukul celananya sehingga menghasilkan bunyi “bug bug bug” yang menjadi ciri khas tradisi ini. Tradisi Batombe diiringi dengan alunan musik Rabab, Gandang, dan Talempong. Pertunjukan biasanya dimulai dengan sambutan oleh penghulu/datuak. Pantun yang digunakan untuk pertunjukan biasanya bertema tentang cinta.

Tato Orang Mentawai

Tato Orang Mentawai

Mengungangkap Makna Tersembunyi dibalik Tato Tradisional Mentawai

Suku Mentawai merupakan salah satu suku tertua di Indonesia dan sudah mendiami kepulauan mentawai semenjak 200 SM. Karena itulah budaya mereka masih lestari  dan tidak pernah dipengaruhi oleh dunia luar. Ada satu tradisi yang sangat melekat bagi orang mentawai, yaitu Tradisi Tato Mentawai.

Masyarakat Suku Mentawai sudah melaksanakan tradisi ini semenjak mereka mendiami Kepulauan Mentawai. Upacara Penatoan dilakukan kepada anak laki laki dan perempuan ketika mereka mengalami masa perpindahan dari anak anak menuju dewasa. Tato di badan mereka memiliki arti dan filosofi menggambarkan identitas diri mereka. Dan merupakan suatu kebanggan, menggambarkan keahlian mereka seperti contohnya orang yang pandai berburu maka ia memiliki tato berbentuk binatang di tubuh mereka.

Perempuan mentawai memiliki keahlian menangkap ikan sehingga memiliki tato bergambar subba atau tangguk. Sikerei memiliki tato bergambar roh sibalu balu di lengan mereka yang mengartikan sikerei sebagai penyembuh. Tato pada Rimata merupakan penanda asal suku suku mentawai, dan Motif di punggung yang berbentuk garis garis melintang dari bahu kanan ke kiri memiliki makna keseimbangan hidup. Proses Penatoan dilakukan dengan menggunakan jarum dari tumbuhan yang kemudian dicelupkan ke dalam tinta. Setelah itu ditusuk ke dalam kulit sehingga warna tato dapat diserap kulit. 

Cara Berburu Masyarakat Mentawai

Cara Berburu Masyarakat Mentawai

Cara Berburu Masyarakat Mentawai

Metode Berburu Unik dari Masyarakat Mentawai

Masyarakat Suku Mentawai mendapatkan makanan dan kebutuhan hidup mereka dengan cara berburu di hutan atau yang dikenal dengan tradisi Murourou. Mereka menggantungkan hasil buruan mereka pada dinding Rumah Uma sebagai kenang-kenangan. Semakin banyak tulang hasil buruan maka semakin dihormati keluarga tersebut.

Suku Mentawai berburu dengan menggunakan panah yang mereka sebut dengan Rourou. Rourou merupakan senjata ampuh bagi masyarakat Suku Mentawai, tidak hanya digunakan sebagai alat berburu, tetapi digunakan juga sebagai alat bertahan dari serangan musuh.

Rourou terbuat dari bahan dasar batang enau. Tali busurnya terbuat dari kulit pohon koka yang membuat Rourou ini tahan lama dan bisa dipakai bertahun tahun. Rourou memiliki panjang 1,5 meter sampai dengan 2 meter untuk orang dewasa. Sedangkan untuk anak-anak disesuaikan dengan tubuh mereka. Tangkai panah Rourou memiliki panjang 1 meter terbuat dari pelepah pohon duri. Anak panah Rourou juga bermacam macam bentuk dan fungsinya. Anak panah dengan ujung yang runcing biasanya dipakai untuk memanah monyet, sedangkan ujung panah berbentuk segitiga digunakan untuk memanah hewan buruan yang lebih besar seperti babi, rusa, kijang dan lainnya. Namun ada pula ujung panah yang berbentuk bulat yang digunakan untuk memanah burung maupun ayam hutan.

Panah Rourou tenyata juga dilumuri dengan racun yang disebut dengan Pangarita. Pangarita ini bertujuan agar hewan buruan lebih cepat untuk dilumpuhkan. Racun ini terbuat dari bahan Daun Omai, Batang Ragi, Akar Laingik atau juga dikenal dengan Akar Tuba, Daro (cabe rawit), Kulit Kayu Lappak, dan Bagglau (Lengkuas). Untuk mengoleskan racun ke anak panah suku mentawai menggunakan bulu dari ekor tupai dan dibuat tangkainya menggunakan bambu.

Berburu hanya boleh dilakukan oleh kaum laki-laki. Oleh karena itu, keterampilan memanah wajib bagi laki laki Suku Mentawai. Anak anak Suku Mentawai sudah dilatih untuk berburu sejak umur 5 tahun menggunakan panah yang terbuat dari bambu. Saat umur mereka sudah menginjak 10 tahun mereka berburu dengan menggunakan Rourou.

 

Suku Mentawai

Suku Mentawai

Suku Mentawai

Salah Satu Suku Tertua di Indonesia

Suku Mentawai adalah suku asli dari Kepulauan Mentawai yang berada di Sumatera Barat. Suku Mentawai merupakan salah satu suku tertua di Indonesia yang mendiami Kepulauan Mentawai sejak 500 SM. Suku Mentawai masih mengandalkan cara hidup yang kuno. Mereka tidak mengenal logam, bercocok tanam, maupun seni tenun. Meskipun sering dikunjungi oleh wisatawan mereka tidak terpengaruh masih melestarikan budaya mereka.

Suku Mentawai memiliki 4 marga besar yaitu Samalakek, Samoilanggan, Taporuk, dan Saimpunuk. Suku Mentawai memiliki kebudayaan khas yang unik yaitu Pasipiat Sot Mentawai yang bila diterjemahkan menjadi tradisi meruncingkan gigi. Diyakini tradisi merucingkan gigi sudah ada sejak suku Mentawai telah mendiami kepulauan mentawai sekitar tahun 500 SM. Tradisi Meruncingkan gigi ini dilakukan oleh perempuan suku mentawai saat memasuki usia remaja atau menjelang pernikahan. Tradisi ini merupakan sebuah simbol kecantikan bagi wanita mentawai juga sebagai penanda kedewasaan dan dipercaya memberikan kebahagiaan dan kedamaian. Tradisi Pasipian Sot Mentawai juga kaya akan makna yaitu dengan meruncingkan gigi tubuh dan jiwa akan terjaga keseimbangannya.

Suku Mentawai juga memiliki pranata ekonomi tradisional yaitu sistem pengetahuan cara memenuhi kebutuhan hidup dengan pemanfaatan lahan yang disebut dengan Mone. Dalam bahasa mentawai Mone merujuk kepada hutan dan ladang, dan ini sesuai dengan cara bertahan hidup suku mentawai dengan berburu hewan dan tanaman dari hutan. berbagai tanaman dan hewan hasil dari alam dapat mereka manfaatkan sebagai bahan pangan untuk kebutuhan sehari hari dan keperluan untuk upacara adat. Suku Mentawai suka mengumpumpulkan tulang hewan hasil buruan mereka dan menjadi sebuah kebanggaan bagi marga mereka. Semakin banyak tulang hasil buruan, maka marga mereka akan semakin dihormati.

Kepulauan Mentawai

Kepulauan Mentawai

Sekilas Tentang Mentawai

   

Bumi Sikirei yang menjadi tantangan Peselancar Dunia

Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten yang berlokasi di Sumatera Barat. Mentawai ini terkenal dengan wisata bahari yang memukau dan kegiatan berselancar yang menantang. Kepulauan Mentawai memiliki empat pulau utama diantaranya Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan. Pulau ini dihuni olah mayoritas penduduk suku Mentawai, kemudian disusul dengan masyarakat Minangkabau, Jawa, dan pendatang lainnya dari luar provinsi Sumatera Barat. Kepulauan Mentawai memiliki luas sekitar 6.033.076 km2. dengan jumlah penduduk 913.313 jiwa dengan penduduk mayoritas beragama Kristen, Protestan dan Islam.

Suku Mentawai dan Suku Sukkudei merupakan dua suku utama yang menghuni Kepulauan Mentawai. Mereka menyebut daerah mereka dengan sebutan Bumi Sikerei. Istilah ini berasal dari panggilan “Sikerei” yaitu orang yang memiliki kekuatan spritual yang tinggi dan memiliki keterkaitan dengan roh leluhur dan dapat melakukan pengobatan. Suku mentawai memiliki rumah adat yang disebut dengan Uma yang merupakan rumah panggung yang dindingnya terbuat dari papan. Kebudayaan Masyarakat mentawai seperti zaman neolitikum dimana mereka tidak mengenal logam, bercocok tanam, maupun seni tenun.

Kepulauan Mentawai memiliki Pariwisata yang menjanjikan dimana ombak kepulauannya menjadi tantangan bagi peselancar dunia, serta landscape pantainya yang indah. dengan ini tak heran banyak peselancar dan wisatawan mancanegara banyak berkunjung, meningkatkan pariwisata Kepulauan Mentawai. Objek Wisata yang ada di Kepulauan Mentawai adalah Taman Nasional Siberut, Air Terjun Kulukubuk, Pulau Madepagat, Pantai Siruso, Pulau Awera, Air Terjut Bat Siomang, Danau Roa Ainan, dan Pulau Masokut.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau

Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau

Salah satu museum yang terkenal di Sumatera Barat adalah Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau atau disingkat PDIKM. Museum PDIKM terletak di Kelurahan Silaing Bawah, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang. Museum ini dapat diakses dari jalur utama Padang – Bukittinggi, Berjarak sekitar lebih kurang dua kilometer dari pusat kota Padang Panjang. Museum ini berisikan berbagai macam informasi dan koleksi mengenai kebudayaan Minangkabau baik berupa dokumentasi audio maupun visual.

Latar pendirian PDIKM salah satunya adalah adanya asumsi bahwa masyarakat Minangkabau tidak memiliki bukti-bukti sejarah tertulis yang baik, karena orang Minang terbiasa dengan budaya yang diturunkan secara turun temurun. Kenyataannya dokumentasi tentang Minangkabau lebih banyak ditemui diluar Minangkabau, misalnya di Museum Nasional Indonesia, Jakarta atau Museum Laiden, Belanda.

Untuk melestarikan dan mendekatkan dokumen tentang kebudayaan Minangkabau dengan orang Minangkabau itu sendiri, Bustanil Arifin, mantan Menteri Koperasi Republik Indonesia pada masa orde baru, berinisiatif untuk mendirikan sebuah lembaga non-profit berupa wadah untuk menghimpun berbagai dokumen dan informasi tentang kebudayaan Minangkabau. Abdul Hamid, yang hampir sepanjang hidupnya pengabdi pendidikan di Sumatera Barat, diminta untuk menjajaki didirikannya lembaga ini, dan kemudian pada tanggal 8 Januari 1988 didirikanlah Yayasan Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (YDIKM).

Untuk pencapaian tujuannya, YDIKM mendirikan sebuah wadah yang diberi nama Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM). PDIKM sendiri bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kebudayaan Minangkabau dan mengumpulkan berbagai macam literatur dan dokumen audio visual, seperti merekam berbagai peristiwa adat dalam bentuk film dan video, merekam lagu-lagu tradisional, hingga membuat duplikat alat-alat musik tradisional.

Pada tanggal 8 Agustus 1988 dilakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan PDIKM di Padang Sarai, Kelurahan Silaing Bawah. Arsitekturnya mengikuti bentuk Rumah Gadang, dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 19 Desember 1990. Sejak itu telah terkumpul 3000 lebih dokumen lama tentang Minangkabau baik dalam bentuk reproduksi buku, naskah, kliping koran, foto maupun mikrofilm kebanyakan terbitan sebelum tahun 1945, sebagian diantaranya masih berbahasa Belanda, dan Arab Melayu.

Untuk memperdalam akses pengunjung terhadap isi dokumen yang dimiliki, PDIKM telah dilakukan upaya penerjemahan atas naskah-naskah lama yang sebagian besar berbahasa Belanda dan Arab Melayu. Sebagai upaya komunikasi dan ajang pengayaan informasi diterbitkan Buletin Triwulan Simandarang dengan Oplah 1000 eksemplar yang didistribusikan pada perguruan tinggi, peneliti, dan intelektual dalam dan luar negeri.

Seiring perjalanan waktu, atas kesepakatan Yayasan Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau dengan pemerintah Kota Padang Panjang maka pengelolaan PDIKM dialihkan dari YDIKM kepada Pemerintah Kota Padang Panjang dalam hal ini Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata. Hal ini untuk menjamin pengelolaan yang lebih baik. Dokumen perubahan status pengelolaan ini ditandatangani pada bulan Oktober 2006 antara walikota Padang Panjang dan Anas Nafis mewakili YDIKM.

Sekarang museum PDIKM dijadikan objek wisata prioritas Kota Padang Panjang, yang mana setiap tahunnya dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara khususnya wisatawan dari Malaisya. Banyak hal menarik yang dapat dilakukan wisatawan jika berkunjung ke museum PDIKM dimana wisatawan dapat mengenal lebih dekat seputar Kebudayaan Minangkabau, serta dapat menyewa pakaian adat Minangkabau.

Kota Padang Panjang

Kota Padang Panjang

Salah satu kota terkecil yang ada di Sumatera Barat adalah Kota Padang Panjang. Kota ini memiliki julukan sebagai Kota Serambi Mekah karena menjadi pusat pendidikan agama Islam di Sumatera Barat. Banyak pondok pesantren yang dibangun dikota ini dan yang paling terkenal adalah Pondok Pesantren Serambi Mekah.

Kawasan kota ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Tuan Gadang di Batipuh. Pada masa Perang Padri kawasan ini diminta Belanda sebagai salah satu pos pertahanan dan sekaligus batu loncatan untuk menundukan kaum Padri yang masih menguasai kawasan Luhak Agam. Kota ini pernah menjadi pusat pemerintahan sementara Kota Padang, setelah Kota Padang dikuasai Belanda pada masa agresi militer Belanda sekitar tahun 1947.

Kota Padang Panjang memiliki jumlah penduduk sebanyak 59.450 jiwa pada tahun 2024. Kota ini didominasi oleh Etnis Minangkabau, terdapat juga etnis batak, jawa, dan tionghoa. Secara garis besar, mata pencaharian masyarakat padang panjang adalah bertani.  Adapun hasil pertaniannya adalah sayuran, padi, ubi jalar, jagung dan tanaman hias. Selain itu masyarakat padang panjang juga memiliki mata pencaharian lain dengan berkebun, dan berdagang.

Secara Topografi, kota Padang Panjang juga disebut kota dingin. Kota ini berada di daerah ketinggian yang terletak antara 650 sampai 850 meter di atas permukaan laut, berada pada kawasan pegunungan yang berhawa sejuk dengan suhu udara maksimum 26 °C dan minimum 21 °C, serta berhawa dingin dengan suhu udara yang pada umumnya minimum 17 °C, dengan curah hujan yang cukup tinggi. Di bagian utara dan agak ke barat berjejer tiga gunung Gunung Marapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikek. 

Kota Padang Panjang menjadi destinasi wisata yang populer dan sering dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Objek wisata unggulan kota ini adalah Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau. Selain itu objek wisata kota Padang Panjang diantaranya Mifan Waterpark and Resort, Rumah Puisi Taufiq Ismail, Air Terjun Tujuh Tingkek, Desa Wisata Kubu Gadang, Lubuak Mato Kuciang, Pasar Kuliner Padang Panjang, Goa Batu Batirai, dan Air Terjun Lembah Anai. Kota Padang Panjang memiliki pusat oleh oleh yaitu Pusat Oleh Oleh Padang Panjang.