

Aia kawa (bahasa Minangkabau: air kopi daun) atau kopi daun atau kawa daun adalah minuman dari daun kopi yang diseduh seperti teh yang berasal dari Sumatra Barat dan Kerinci. Daun kopi lokal pilihan awalnya dikeringkan dengan cara disangrai selama 12 jam. Saat akan diminum, daun kering ini dicampur dengan air dingin, lalu diseduh dengan air mendidih. Di daerah Kerinci, minuman ini dikenal dengan sebutan air kawo.
Kopi kawa atau masyarakat sekarang menyebutnya kopi daun merupakan kebudayaan lama masyarakat dalam hal berkebun dan hal ini seiring dengan kebudayaan orang meminum teh. Jadi sebelum VOC masuk kebudayaan meminum daun kopi sudah ada, justru kehadiran VOC adalah mengajarkan masyarakat bahwa kopi memanfaatkan bijinya bukan daunnya. Ada kekeliruan publik yang mengaitkannya daun kawa atau aia kawa dengan adanya tanam paksa dalam kekuasaan kolonial Belanda. Penduduk di Sumatra Barat dilarang menikmati biji kopi untuk diri sendiri meskipun dipaksa untuk menanamnya demi kepentingan perdagangan. Peraturan ini diakali dengan menggunakan dedaunan kopi yang dipercaya masih mengandung kafeina.
Dalam novel Max Havelaar karya Multatuli, istilah kopi daun juga disinggung, misalnya dalam percakapan antara tokoh Pengawas Verbrugge dan Letnan Duclari. Komandan garnisun itu terkejut saat mendengar ada minuman bernama “kopi daun”, dan Verbrugge mengatakan bahwa minuman tersebut sudah biasa diminum orang-orang di Sumatra.