Batu Basurek adalah salah satu prasasti bersejarah yang menjadi bukti kejayaan Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat pada abad ke-14. Istilah “basurek” dalam bahasa Minangkabau berarti “bertulisan”, merujuk pada batu yang dipahat dengan aksara kuno berbahasa Sansekerta dan Melayu Kuno. Prasasti ini terutama berkaitan dengan Raja Adityawarman, penguasa yang dikenal sebagai pendiri dan pemimpin Kerajaan Pagaruyung.
Salah satu Batu Basurek yang terkenal ditemukan di Desa Kubu Rajo, Nagari Limo Kaum, Kabupaten Tanah Datar. Batu ini terletak di atas makam Raja Adityawarman dan diperkirakan berusia lebih dari 650 tahun. Tulisan pada batu ini menceritakan tentang Raja Adityawarman sebagai penguasa negeri emas yang murah hati dan penuh kasih sayang. Batu ini pertama kali ditemukan oleh pakar sejarah Belanda, P.H. Van Hengst, pada 16 Desember 1880.
Selain di Kubu Rajo, prasasti serupa juga ditemukan di berbagai lokasi lain di Sumatera Barat, seperti di Bukit Gombak, Batusangkar, yang dikenal sebagai Batu Basurek Pagaruyung I. Prasasti ini bertarikh 1278 Saka atau 1356 Masehi dan ditulis dalam bahasa Sanskerta serta Melayu Kuno. Isinya memuji Raja Adityawarman sebagai keturunan wangsa Amararyya dan menyebutkan pembangunan biara serta puri Hindu di Swarnabhumi.
Penemuan Batu Basurek tidak hanya memberikan informasi tentang sejarah dan pemerintahan Raja Adityawarman, tetapi juga menunjukkan akulturasi budaya dan agama pada masa itu, termasuk pengaruh Hindu dan Buddha. Prasasti-prasasti ini menjadi sumber penting dalam memahami sejarah Minangkabau dan peran Kerajaan Pagaruyung dalam perkembangan budaya dan agama di Sumatera Barat.
Kini, Batu Basurek menjadi salah satu objek wisata sejarah yang menarik di Sumatera Barat, khususnya di kawasan Batusangkar. Keberadaannya tidak hanya sebagai peninggalan sejarah, tetapi juga sebagai simbol kebanggaan masyarakat Minangkabau terhadap warisan budaya dan sejarah leluhur mereka