Kabupaten Pesisir Selatan

Pesisir Selatan merupakan daerah sepanjang pesisir pantai Sumatera Barat yang terdiri dari rawa rawa dataran rendah dan perbukitan yang sudah berpenghuni. Pesisir Selatan merupakan sebuah kabupaten di Sumatera Barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km2 dan populasi pada tahun 2021 sebanyak 515.549 jiwa. Ibu kota Pesisir Selatan berada di Kecamatan IV, tepatnya di Painan. 

Kabupaten Pesisir Selatan terletak di pinggir pantai, dengan garis pantai sepanjang 218 kilometer Topografinya terdiri dari dataran gunung dan perbukitan yang merupakan perpanjang gugusan Bukit Barisan. Berdasarkan Penggunaan lahan, 45,29 persen wilayah terdiri dari hutan, termasuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Cagar Alam Koto XI Tarusan dan rawa gambut. 

Pesisir Selatan memiliki panorama alam yang cukup cantik dan mempesona. Contohnya Kawasan Mandeh, sekarang kawasan wisata masuk kedalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional ( RIPPNAS ) mewakili kawasan barat Indonesia. Kawasan wisata potensial lainnya adalah Jembatan Akar, Water Pall Bayang Sani, Carocok Beach Cingkuak (Cengco ), Peninggalan Kerajaan Inderapura dan Rumah Gadang Mandeh rubiah Lunang. 

 

Makam Belanda Sawahlunto

Tersembunyi di perbukitan Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, terdapat sebuah situs bersejarah yang menyimpan banyak kisah dari masa kolonial Hindia Belanda: Kompleks Makam Belanda atau dikenal juga sebagai Kerkhof Sawahlunto. Makam ini merupakan salah satu peninggalan penting dari masa kejayaan tambang batu bara Ombilin yang dulu dikelola oleh pemerintah kolonial. Di sinilah dimakamkan para insinyur, pengawas tambang, dan pekerja dari berbagai latar belakang yang meninggal selama bertugas di wilayah pertambangan ini. Suasana kompleks makam yang sunyi dan rindang menciptakan nuansa hening yang membawa pengunjung menyelami lorong waktu ke masa lebih dari seabad lalu.

Kompleks makam ini pertama kali digunakan sekitar tahun 1902 dan terus berkembang hingga 1917. Terdapat total 94 makam di area ini, sebagian besar milik orang-orang Belanda, namun ada juga makam warga Jepang dan satu makam dengan tulisan Tionghoa. Bentuk dan arsitektur makam mencerminkan gaya Eropa klasik dengan struktur beton, nisan besar, ornamen khas, serta beberapa makam yang memiliki cungkup dan patung. Meski beberapa bagian sempat tertutup semak belukar, makam-makam ini telah dipugar secara bertahap oleh pemerintah dan kini menjadi salah satu destinasi wisata sejarah unggulan di kota tambang tersebut.

Keberadaan makam ini tidak hanya penting sebagai situs warisan budaya, tetapi juga menjadi pengingat akan sejarah panjang interaksi antara Indonesia dan bangsa-bangsa asing yang pernah hadir di tanah ini. Banyak wisatawan, terutama dari Belanda, datang ke Sawahlunto untuk menelusuri jejak nenek moyang mereka yang pernah tinggal dan bekerja di kota tambang ini. Selain itu, makam ini juga menarik bagi peneliti, fotografer, dan pengunjung yang tertarik pada arsitektur makam kolonial dan kisah-kisah yang terkubur bersama para penghuninya.

Bagi siapa saja yang ingin mengunjungi, Kompleks Makam Belanda terletak di Kelurahan Lubang Panjang, Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat, tidak jauh dari MTSN 1 Sawahlunto dan Kantor Wali Kota. Lokasi ini bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua atau mobil kecil dan terbuka untuk umum tanpa biaya masuk.

Padang Savana Kolok

Padang Savana Kolok

Padang Savana Kolok merupakan destinasi alam yang menyimpan pesona tersembunyi di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Terletak di kawasan Desa Kolok, tempat ini menyajikan hamparan padang ilalang yang luas dengan latar belakang perbukitan yang bergelombang. Keindahannya menghadirkan suasana layaknya savana di daerah Sumba atau Afrika, namun tetap membawa nuansa Minangkabau yang khas. Angin sejuk yang berembus perlahan dan kesunyian alam menjadikan Padang Savana Kolok tempat yang sempurna untuk melepas penat dari hiruk-pikuk kota.

Warna padang ilalang berubah mengikuti musim, hijau cerah di musim hujan dan kuning keemasan saat musim kemarau. Perubahan warna ini menciptakan suasana yang berbeda-beda, menjadikannya spot favorit bagi para pencinta fotografi dan pemburu konten visual. Tidak hanya cocok untuk foto-foto, Padang Savana Kolok juga sangat ideal sebagai tempat piknik, menikmati pemandangan, atau sekadar bersantai di atas tikar sambil menikmati bekal yang dibawa dari rumah.

Karena lokasinya masih alami dan minim sentuhan komersial, fasilitas umum seperti warung atau toilet belum tersedia. Oleh karena itu, pengunjung disarankan membawa bekal dan keperluan pribadi secukupnya. Akses jalan menuju lokasi juga belum banyak dipetakan secara digital, sehingga penting untuk bertanya langsung pada warga sekitar Kolok Nantuo atau Talawi agar tidak tersesat di jalur menuju bukit.

Meski belum banyak dikenal wisatawan luar, Padang Savana Kolok menjadi bukti bahwa keindahan Sawahlunto tidak hanya terletak pada kota tuanya yang bersejarah, tetapi juga pada bentang alamnya yang luar biasa. Tempat ini sangat cocok bagi pecinta alam, penyuka hiking ringan, maupun mereka yang sekadar ingin “healing” di alam terbuka dengan suasana yang tenang dan damai.

Padang Savana Kolok  Jorong Kolok Nan Tuo, Kelurahan Kolok Mudiak, Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

Lubang Kalam Sawahlunto

Lubang Kalam Sawahlunto

Lubang Kalam adalah salah satu situs bersejarah yang menjadi saksi bisu masa kejayaan tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatera Barat. Terowongan ini dibangun pada masa kolonial Belanda antara tahun 1892 hingga 1894 dan dikenal sebagai terowongan kereta api terpanjang di Sumatera, dengan panjang mencapai sekitar 828 meter. Lubang Kalam merupakan bagian dari jalur pengangkutan batu bara dari tambang di Sawahlunto menuju Pelabuhan Teluk Bayur di Padang.

Pembangunan terowongan ini tidak lepas dari kisah kelam sistem kerja paksa yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ribuan pekerja paksa atau yang dikenal sebagai “orang rantai” harus bekerja dalam kondisi berat dan tidak manusiawi untuk menggali dan membangun jalur terowongan yang menembus kaki Bukit Barisan ini. Hingga kini, suasana dalam terowongan yang gelap, lembap, dan sunyi masih menyimpan nuansa mistis yang kuat, seolah menghidupkan kembali cerita-cerita masa lalu tersebut.

Di sepanjang Lubang Kalam terdapat 33 bilik kecil berbentuk oval yang dulunya digunakan sebagai tempat berlindung bagi para pekerja maupun pejalan kaki saat kereta melintas. Fungsi bilik-bilik ini menunjukkan bahwa terowongan ini tidak hanya digunakan untuk jalur kereta barang, tetapi juga melibatkan aktivitas manusia di dalamnya. Struktur asli dari terowongan masih terlihat jelas, termasuk batu bata kuno dan rel-rel kereta tua yang kini sebagian ditumbuhi semak dan ditinggali kelelawar.

Saat ini, Lubang Kalam sudah tidak lagi difungsikan sebagai jalur transportasi, namun telah ditetapkan sebagai cagar budaya dan menjadi destinasi wisata sejarah yang penting di Sawahlunto. Kawasan ini menarik minat wisatawan, peneliti, hingga fotografer yang ingin menyusuri lorong waktu dan merasakan langsung atmosfer masa lalu yang masih kental terasa. Sebagai bagian dari kawasan Warisan Dunia UNESCO Tambang Batu Bara Ombilin, Lubang Kalam kini menjadi simbol penting dari sejarah perkeretaapian dan perjuangan buruh tambang di Indonesia.

Mengunjungi Lubang Kalam bukan hanya sekadar melihat terowongan tua, tapi juga memahami bagaimana sejarah membentuk wajah kota dan kehidupan masyarakatnya. Tempat ini cocok dijadikan lokasi edukasi sejarah, eksplorasi budaya, dan refleksi atas masa lalu yang penuh dinamika.

Talempong Batuang Silungkang

Talempong Batuang Silungkang

Talempong Batuang Silungkang adalah salah satu warisan budaya khas Minangkabau yang berasal dari Dusun Sungai Cocang, Desa Silungkang Oso, Kota Sawahlunto. Tidak seperti talempong pada umumnya yang terbuat dari logam, talempong ini dibuat dari bahan bambu (dalam bahasa Minang disebut batuang). Inovasi ini menunjukkan kekayaan budaya masyarakat Silungkang dalam menciptakan alat musik tradisional yang unik, ramah lingkungan, dan tetap bernilai seni tinggi.

Bentuk Talempong Batuang menyerupai batang bambu berukuran sekitar 60 sentimeter dengan sayatan-sayatan pada permukaannya yang berfungsi sebagai sumber nada. Cara memainkannya adalah dengan memukul bagian tersebut menggunakan potongan bambu kecil seperti stik, menghasilkan nada-nada lembut dan alami. Alat musik ini dulunya digunakan dalam kegiatan sehari-hari seperti menemani petani saat beristirahat, perayaan panen, atau sekadar hiburan di tengah masyarakat pedesaan.

Kesenian Talempong Batuang diwariskan secara turun-temurun dan kini hanya dikuasai oleh satu keluarga, yakni keluarga besar Umar Malin Parmato. Mereka adalah penjaga terakhir tradisi ini, sekaligus pelaku seni yang masih aktif memperkenalkannya ke berbagai panggung budaya, baik lokal maupun internasional. Keunikan dan langkanya Talempong Batuang ini membuatnya diakui secara resmi sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 31 Agustus 2023.

Upaya pelestarian Talempong Batuang terus dilakukan melalui festival budaya, workshop pembuatan dan pelatihan, hingga pengenalan ke sekolah-sekolah agar generasi muda mengenal dan mencintai budaya lokal. Talempong Batuang tidak hanya sekadar alat musik, tapi juga simbol ketekunan, kreativitas, dan identitas masyarakat Silungkang yang patut dihargai dan dijaga bersama.

Puncak Polan Sawahlunto

Puncak Polan Sawahlunto

Puncak Polan, atau sering juga disebut Puncak Poland oleh masyarakat setempat, merupakan salah satu destinasi unggulan di Kota Sawahlunto yang menyuguhkan panorama alam yang luar biasa dari ketinggian. Dari atas puncak ini, pengunjung dapat menyaksikan keindahan kota tua Sawahlunto yang dikelilingi perbukitan, membentuk lanskap seperti sebuah kota dalam cekungan. Di kejauhan, tampak jajaran Gunung Merapi, Singgalang, dan Talang yang memperindah pemandangan. Suasana pagi dengan kabut yang tipis ataupun senja saat matahari mulai tenggelam menjadi waktu terbaik untuk menikmati keindahan alam di tempat ini.

Puncak Polan bukan hanya populer karena keindahannya, tetapi juga memiliki nilai sejarah tersendiri. Konon, kawasan ini dinamai dari kisah seorang insinyur asal Polandia yang pernah bekerja di daerah tersebut pada masa proyek survei energi sekitar tahun 1960-an. Sejak saat itu, bukit ini dikenal sebagai Puncak Polan. Kini, salah satu ikon dari tempat ini adalah papan besar bertuliskan “SAWAHLUNTO” yang terlihat menyala saat malam hari dan menjadi spot favorit untuk berfoto bagi para wisatawan.

Untuk mencapai Puncak Polan, dibutuhkan waktu sekitar 15 hingga 30 menit berkendara dari pusat Kota Sawahlunto. Jalannya cukup menanjak, tetapi sudah bisa dilalui kendaraan roda dua maupun empat. Lokasinya juga menjadi tempat favorit untuk kegiatan olahraga seperti trekking, bersepeda, hingga paralayang karena lanskapnya yang mendukung. Di kawasan ini, pengunjung juga bisa menemukan rusa yang dipelihara di sekitar puncak, menambah daya tarik bagi keluarga yang membawa anak-anak.

Dengan udaranya yang sejuk, suasananya yang tenang, serta pemandangan yang luar biasa, Puncak Polan menjadi tempat yang cocok untuk menenangkan diri dari hiruk-pikuk kota. Cocok dikunjungi oleh siapa saja, baik solo traveler, pasangan, maupun rombongan keluarga. Tidak hanya untuk bersantai, tempat ini juga memberi pengalaman berbeda bagi pengunjung yang ingin mengenal Sawahlunto dari sisi yang lebih alami dan historis.

Alamat lengkap: Puncak Polan (Bukit Polan), Aur Mulio, Desa Tanjung Sari, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

4D3N Sawahlunto

4D3N Sawahlunto

DAY 01 : AIRPORT – SAWAHLUNTO ( L, D )

 

  • Tiba di Bandara Internasional Minangkabau anda akan disambut oleh perwakilan kami, 
  • Makan siang di local restaurant (RM Pasir Pariaman/ RM Lamun Ombak/ Ikan Bakar Khatib)
  • Menuju Kota Sawahlunto melewati Sitinjau Laut menyaksikan pemandangan menghadap Samudera Hindia 
  • City tour Sawahlunto dengan mengunjungi : Lobang Mbah SuroMuseum Kereta Api, Goedang Ransum dan Bukit Cemara.
  • Makan malam di local restaurant.
  • Check in hotel

 

DAY 02 : SAWAHLUNTO – BATUSANGKAR – HARAU – BUKITTINGGI ( B, L, D )

  • Setelah sarapan pagi dan  check out hotel, 
  • Menuju Batusangkar
  • Mengunjungi Danau Singkarak merupakan danau terbesar di Sumatera Setelah Danau Toba.
  • Selanjutnya Mengunjungi Istana Pagaruyung yang merupakan pusat pemerintahan Minangkabau pada masa dahulunya.
  • Makan siang di Local Restaurant (Restoran Pondok Flora/ Sawah Laman)
  • Menuju tempat pembuatan makanan & minuman tradisional Minang KINIKO home industri.
  • Menuju Payakumbuh untuk mengunjungi Lembah Harau dan Kelok 9
  • Menuju Bukittinggi
  • mengunjungi tempat Pembuatan Rendang di Sentral Rendang Uni Adek
  • Singgah di tempat pembuatan Sanjai khas Sumatera Barat di Pusat Oleh – Oleh Ummi Aufa Hakim
  • Makan malam di local restaurant (Sederhana Restaurant/ Family Restaurant/ CK Center Café/ Pauh Piaman/ Lapau Kapau)
  • Check in hotel

DAY 03 : BUKITTINGGI – PADANG ( B, L, D )

 

  • Setelah sarapan pagi & check out hotel
  • City tour Bukittinggi dengan mengunjungi : Taman Panorama Baru, Ngarai Sianok, Rumah kelahiran Bung Hatta, Jam gadang dan Pasar Atas
  • Menuju Sentral Rendang UniAdek untuk melihat pembuatan rendang khas Minang
  • Setelah itu menuju Bukittinggi, diperjalanan berhenti di Desa Pandai Sikek yang merupakan Desa penghasil Tenunan  dan ukiran kayu khas Minangkabau 
  • Makan siang di Sate Mak Syukur/ Pondok Baselo Baramas 
  • Mengunjungi Pusat Kerajinan Kulit di Outlet Minang Kayo
  • Kemudian mengunjungi Minangkabau Village yang merupakan Pusat Dokumentasi Minangkabau. 
  • menuju Lembah Anai, berhenti sejenak di Air Terjun Lembah Anai yang diyakini bisa membuat awet muda.
  • Menuju Padang
  • Tiba di Padang makan malam di lokal restaurant Lamun Ombak / Ikan  Bakar Khatib 
  • Check in hotel

DAY 04 : PADANG – AIRPORT 

  • Setelah sarapan pagi check out hotel. 
  • City Tour dengan mengunjungi Masjid Raya Sumatera Barat Kota Lama Padang, Perkampungan Cina, Jembatan Siti Nurbaya dan Pantai padang
  • Menuju Bandara Internasional Minangkabau dan tour berakhir

 

Harga Termasuk 

  • Transportasi AC
  • Makan sesuai program 
  • Tiket masuk objek wisata 
  • Driver 
  • Mineral Water dan Parkir 

 

Harga Tidak Termasuk 

  • Tips untuk pemandu/sopir
  • Akomodasi
  • Jus/ Minuman di lokal restaurant
  • Tiket pesawat/ Airport tax/ porter di Bandara
  • Tambahan biaya untuk Idul Fitri, natal, & tahun baru
Masjid Agung Nurul Islam Sawahlunto

Masjid Agung Nurul Islam Sawahlunto

Masjid Agung Nurul Islam adalah salah satu bangunan bersejarah yang menjadi simbol keagamaan sekaligus kebanggaan masyarakat Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Bangunan ini awalnya bukanlah sebuah tempat ibadah, melainkan sebuah pusat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda sekitar tahun 1894 hingga 1898. PLTU ini dulunya berperan penting dalam menyuplai energi untuk kegiatan pertambangan batu bara Ombilin yang menjadi nadi ekonomi kawasan tersebut selama era Hindia Belanda. Bangunan ini termasuk salah satu PLTU terbesar pada zamannya.

Setelah kemerdekaan Indonesia, fungsi bangunan mulai berubah. Ketika PLTU dipindahkan ke lokasi lain, struktur ini sempat dijadikan tempat perakitan senjata oleh para pejuang kemerdekaan. Pada tahun 1952, bangunan ini secara resmi diubah fungsinya menjadi masjid dan diberi nama Masjid Agung Nurul Islam. Perubahan ini menjadikan bangunan bersejarah tersebut sebagai pusat kegiatan keagamaan umat Islam di kota tambang itu.

Ciri khas utama masjid ini adalah arsitekturnya yang unik. Bangunannya berbentuk persegi berukuran sekitar 60 × 60 meter dan memiliki satu kubah besar di tengah serta empat kubah kecil di sudut-sudutnya. Cerobong asap PLTU yang dulunya berdiri setinggi lebih dari 75 meter kini bertransformasi menjadi menara masjid dengan tambahan kubah di puncaknya, menciptakan siluet masjid yang sangat berbeda dari masjid-masjid pada umumnya. Di bagian bawah bangunan, masih terdapat ruang bawah tanah yang dulunya berfungsi sebagai bunker untuk menyimpan senjata seperti granat dan mortir, menambah nilai historis dari masjid ini.

Saat ini, Masjid Agung Nurul Islam tidak hanya difungsikan untuk salat lima waktu dan salat Jumat, tetapi juga menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam. Di tempat ini rutin diselenggarakan pengajian, kegiatan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an), serta berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan. Masjid ini juga menjadi bagian penting dari Kawasan Warisan Tambang Batubara Ombilin yang telah diakui sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO, menegaskan posisinya sebagai salah satu peninggalan sejarah nasional yang patut dilestarikan.

Masjid Agung Nurul Islam terletak di Jalan Proklamasi, Kelurahan Kubang Sirakuak Utara, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.

Puncak Cemara Sawahlunto

Puncak Cemara Sawahlunto

Puncak Cemara adalah salah satu destinasi wisata alam unggulan di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Tempat ini menawarkan panorama menakjubkan dari ketinggian, di mana pengunjung dapat melihat hamparan Kota Sawahlunto yang dikelilingi perbukitan hijau. Pemandangan ini semakin indah saat pagi hari ketika kabut tipis menyelimuti kota atau saat malam hari ketika cahaya lampu kota terlihat berkelap-kelip dari atas. Suasana alamnya yang sejuk dan tenang menjadikan Puncak Cemara sebagai tempat yang ideal untuk melepas penat dan menikmati udara segar.

Selain keindahan panorama, daya tarik lainnya dari Puncak Cemara adalah hutan cemara yang rimbun dan terawat. Area ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti gazebo, tempat duduk, mushala, toilet, kantin kecil, hingga area bermain anak. Terdapat juga monumen gembok cinta, tempat pengunjung bisa menggantung gembok sebagai simbol kesetiaan. Banyak wisatawan yang datang untuk berfoto di spot-spot menarik, salah satunya ayunan tinggi yang memacu adrenalin sekaligus menawarkan latar belakang alam yang memesona.

Puncak Cemara cocok dikunjungi oleh siapa saja, baik keluarga, pasangan, maupun traveler solo. Tidak ada biaya masuk untuk mengunjungi tempat ini, hanya cukup membayar parkir bagi pengunjung yang membawa kendaraan. Jalan menuju lokasi cukup mudah diakses, baik menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi lokal. Disarankan untuk membawa jaket atau pakaian hangat karena suhu udara di kawasan ini bisa cukup dingin, terutama di pagi dan sore hari.

Puncak Cemara, Jalan Abdurrahman Hakim, Kelurahan Kubang Sirakuk Selatan, Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

Makan Bajamba Sawahlunto

Makan Bajamba Sawahlunto

Tradisi Makan Bajamba atau makan besar bersama sama yang digelar setiap 1 Desember. Tradisi ini untuk meningkatkan keharmonisan  pada setiap kehidupan masyarakat. Kegiatan ini diikuti seluruh masyarakat dan berlangsung di Lapangan Segitiga, Kota Sawahlunto.  

Saat semua sudah berkumpul, para perempuan terlihat membawa jamba atau nampan berisi berbagai jenis makanan yang dijunjung di atas kepala masing – masing. Jamba itu diletakan diatas tikar atau karpet yang di gelar di bawah tenda yang didirikan menutupi hampir semua sisi taman. Setelah itu, ada yang langsung menghidangkan makanan – makanan itu dengan piring di atas karpet, tetapi juga ada yang tetap membiarkan di atas jamba.

Makanan  yang dibawa sesuai dengan makanan tradisional dari etnis masing masing. Etnis warga Minangkabau misalnya, terlihat makanan tradisional seperti rendang, gulau dan lainnya. Sementara warga dari etnis jawa menyiapkan tumpengan, jajanan pasar, ingkung ( ayam yang diolah dengan santan dan bumbu khas ) dan semur tahu. Adapun warga etnis sunda menyiapkan hidangan nasi timbel, sambel, terasi, dan lalapan, pais tahu, gemblong, tempe, tahu bacem dan rujak 

Para perempuan tersebut kemudian duduk berlesehan melingkari makanan itu. Agar tetap teratur, panitia menandai masing masing petak tenda sesuai asal mereka karena acara itu tidak hanya di hadirkan sepuluh nagari dari empat kecamatan, tetapi juga seluruh etnis yang ada,  Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ), sekolah, lembaga dan beberapa perusahaan swasta di Kota Sawahlunto.

Makan Bajamba didahului dengan pengantar para ninik mamak dan penghulu suku, serta walikota Sawahlunto. Gubernur dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI juga hadir dan ikut memberikan sambutan. Makan Bajamba juga dihadiri masyarakat Kota Sawahlunto, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,  Ketua DPRD Kota Sawahlunto dan Wisatawan dari Mancanegara.   Kebersamaan itu yang harus terus dipertahankan dalam semua aspek kehidupan masyarakat Kota Sawahlunto, termasuk acara Makan Bajamba yang sejatinya tradisi masyarakat Minangkabau.